Senin, 20 Februari 2012

About Sawahlunto



Nih gan, ane punya beberapa detail tentang Sawahlunto
Cekibong..!!



Stasiun kereta api Sawahlunto yang sudah 200 tahun lebih ini mulai dikenal d berbagai daerah, karena sejarahnya, Pembangunan jalur Kereta Api dari Padang menuju Sawahlunto dimulai pada tanggal 6 Juli 1889. Dibangunnya jalur kereta api bertujuan memperlancar transportasi angkutan batubara dari Sawahlunto ke Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur), Padang.

Pembangunan jalur Kereta Api dibagi dalam beberapa tahap. Jalur dari Pulau Aie (Padang)-Padangpanjang selesai 12 Juli 1891. Kemudian Padangpanjang-Bukittinggi  selesai  1 November 1891. Dilanjutkan jalur Solok selesai pada 1 Juli 1892. Sementara jalur Solok-Muarokalaban bersamaan dengan selesainya jalur Padang ke Telukbayur,  1 Oktober 1892. Sedangkan jalur Muarokalaban-Sawahlunto selesai 1 Februari 1894. Akibat menurunnya produksi batu bara Sawahlunto sejak tahun 2000-an, aktivitas pengangkutan batu bara dengan kereta api berhenti total.

Mengingat sejarah kereta api dan tambang bara yang terkait erat, maka pada tahun 2005 Pemerintah Kota Sawahlunto bekerjasama dengan PT. Kereta Api menjadikan Stasiun Kereta Api Sawahlunto sebagai Museum Kereta Api kedua di Indonesia setelah Ambarawa.

Museum Kereta Api Sawahlunto memiliki  koleksi berbagai asset kereta api. Beberapa rangkaian gerbong kereta dari zaman yang berbeda dan miniatur lokomotif uap dapat disaksikan disini. Ratusan peralatan benda yang pernah digunakan dalam pengoperasian kereta api dimasa lalu berhasil dihimpun sebagai koleksi Museum Kereta Api kota Sawahlunto.

Perjalanan wisata Sawahlunto-Muarokalaban dengan melewati  terowongan sepanjang hampir 1 km dapat dilakukan dengan kereta wisata. Atau juga untuk berkeliling kota lama selain berjalan kaki tersedia juga mobil wisata yang siap membawa wisatawan berkeliling kota lama Sawahlunto.
Untuk Lokasi nya sama dengan lokasi mak itam yaitu di Kampung Teleng SKelurahan Pasar.










Nah, yang ini kereta untuk stasiun yang diatas, atau "orang Sulunto*" (*sebutan Sawahlunto bagi         penduduknya) bilang "Mak Itam"



Bagi sebagian orang, nama ini mungkin asing. Bisa memiliki banyak arti. Tapi di awal tahun 2009, nama Mak Itam sudah tak asing lagi di telinga dan mulut masyarakat Kota Sawahlunto. Dan bukannya tak mungkin nama ini bergema seantero Sumatera Barat dan juga Indonesia dan beberapa negara tetangga. Begitu hebat pemilihan nama Mak Itam sehingga nama tersebut ikut andil mengangkat dan memperkenalkan Kota Sawahlunto sebagai daerah tujuan wisata sejarah. Media cetak, televisi dan radio banyak yang menulis tentang mak itam ini. Bahkan di kalangan blogger, nama ini pun mulai di bicarakan.

Lokasi mak itam ini di Kampung Teleng* Kelurahan Pasar Kecamatan Lembah Segar (*Komplek Stasiun, mungkin agak rancu kalo didengar, tapi mau gimana lagi, memang dari sononya udah begitu

Ada sebuah mitos yang berkembang di Kampung Teleng, Konon kalau sudah lewat tengah malam Mak Itam ini jalan sendiri walaupun tidak begitu jauh ( mungkin karena berat, soalnya besi semua, hehehehe






Kalo ini Lubang Mbah Soero, Lubang Soero ini merupakan lorong di bawah tanah atau di bawah perkampungan penduduk yang memiliki lorong-lorong yang panjang. Lorong ini diawali dari Kelurahan Tanah Lapang hingga ke kantor DPRD. Artinya, lorong Lubang Mbah Soero ini mencapai  1,5 km dengan kemiringan hampir 20 derajat. Penambangan di lubang Soero ini merupakan titik awal penambangan terbuka di kota Sawahlunto. Pembukaaan Lubang Soero dilakukan sejak tahun 1891 sedangkan proses pembangunannya dilakukan pada tahun 1898. Tak jauh berbeda dengan areal tambang lainnya, di Lubang Soero juga diperkejakan orang-orang hukuman yang dikenal dengan 'orang rantai'.
Dalam perjalan sejarahnya, Letak Lubang Soero sangat berdekatan dengan Batang Lunto yang membawa dampak buruk bagi lingkungan dan tambang itu sendiri. Artinya, lubang yang sudah digali dengan susah payah dan sangat dalam tersebut dulunya sempat di tutup karena dirembesi air yag berasal dari resapan Batang Lunto.
Akibatnya pada tahun 1932 pembangan di Lubang Soero ini terpaksa dihentikan. Pada sejumlah titik di Lubang Soero tersebut terpaksa ditutup kembali demi menghindari bahaya yang lebih besar. Penutupan lubang ini dilakukan dengan dinding beton. Walau sudah sempat ditutup, namun setelah kemerdekaan Lobang Tambang Mbah Soero kembali dibuka sebagian untuk melakukan penyelidikan. Namun, kondisi yang sama di tahun 1932 kembali ditemui. Artinya, penambangan tetap tak bisa dilakukan karena tertutup oleh rembesan air Batang Lunto.
Mbah Soero sendiri dikenal sebagai mandor sangat dekat dengan para orang rantai dan masyarakat, beliau juga dikenal memiliki ilmu kebathinan yang tinggi. Karena kemampuan bergaul dan ilmu yang tinggi ini pupalah akhirnya Mbah Soero menjadi panutan masyarakat. Mbah Suro ini memilki 5 orang anak dengan 13 orang  cucu. Sementara isteri beliau seorang dukun beranak. Mbah Suro meninggal dunia sebelum tahun 1930 dan dimakamkan di pemakaman Orang rantai, Tanjung Sari, Kota Sawahlunto.
Dalam perjalannya sebagian pihak menyebut tambang terbuka pertama kali ini dengan nama 'Lubang Segar', karna lubang ini berada di wilayah Lembah Segar. Namun, dari beberapa nama yang paling populer di hati masyarakat Sawahlunto adalah Lobang Tambang Mbah Soero.
Bila kita melihat sejarah pembuatan dan dilematika penambangan ini sangatlah tinggi. Mulai dari sejarahnya, kisahnya dan cerita orang rantai tak bisa lepas dari Lobang Soero ini. Sejalan dengan visi kota Sawahlunto yaitu Kota Wisata Tambang yang berbudaya maka, Pemkot Sawahlunto membuka kembali saksi sejarah tersebut.
Lokasi Lubang Mbah Soero ini di Kelurahan Tanah Lapang Kecamatan Lembah Segar Atau lebih tepatnya Tangsi Baru



Sebuah prestasi dan kebanggaan dapat kita saksikan disini, dimana pemanfaatan kemajuan teknologi, memasak dalam skala besar dengan teknologi uap panas sudah hadir di Sawahlunto sejak awal abad ke-20, bahkan yang pertama di Indonesia masa itu. Hal ini dapat dilihat dari setiap bagian bangunan dan peralatan yang digunakan.
Disini tidak hanya terdapat dapur tempat memasak, juga terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi yang berbeda, namun merupakan satu kesatuan utuh yang saling mendukung satu sama lain. Diantara  bangunan-bangunan tersebut adalah: Bangunan utama (Dapur Umum), gudang besar (warehouse) persediaan bahan mentah dan padi,
Steam generator (Tungku Pembakaran) buatan Jerman tahun 1894 yang dibuat oleh ROHRENDAMPFKESSELFABRIK D.R PATENTE. NO.13449 & 42321 berjumlah 2 buah, Menara cerobong asap,  pabrik es batangan, hospital, kantor koperasi tambang batubara Ombilin, Heuler (penggilingan padi), rumah kepala ransum, rumah karyawan, pos penjaga, rumah jagal hewan, hunian kepala rumah potong hewan.
Catatan sejarah menunjukkan Dapur Umum memasak rata-rata 65 pikul beras setiap harinya. Selain itu juga memasak dan menyediakan makanan ringan seperti lepek-lepek bagi pekerja tambang, bubur bagi pasien Rumah Sakit Ombilin. Dengan demikian dapat dipastikan Dapur Umum melayani kebutuhan makan ribuan orang. Karena itu pula peralatan masak yang tersedia dalam ukuran serba besar. Dapat kita bayangkan betapa besarnya periuk pemasak nasi dan sayur dengan diameter 124 cm hingga mencapai 148 cm, badan beriuk setinggi 60 cm hingga 70 cm dan tebal 1,2 cm.
Pada masa dahulunya Dapur Umum itu berfungsi sebagai tempat melayani kebutuhan makan para:

      1. Orang hukuman, lebih dikenal sebagai orang rantai

      2. Karyawan Tambang yang belum berkeluarga (bujangan) terutama mereka yang   
          didatangkan jauh dari Belanda (Nederlands).
      3. Buruh tambang yang sudah bekeluarga.

      4. Pekerja dan pasien rumah Sakit Ombilin.

Sejak tahun 1945 Dapur Umum tidak efektif lagi memasak untuk kebutuhan pegawai tambang, tapi lebih diutamakan untuk kebutuhan tentara. Pada tahun 1945 di gunakan untuk memasak makanan untuk TKRI. Pada tahun 1948 Dapur Umum ini di pergunakan untuk memasak makan untuk kebutuhan tentara Belanda (Kenil) dan tahun 1950 setelah kemerdekaan RI sampai sekarang Dapur Umum tidak lagi di gunakan sebagai tempat memasak. Berbagai perubahan fungsi telah dilalui seperti; periode tahun 1950  1960-an bekas Dapur Umum  difungsikan sebagai tempat penyelenggaraan administrasi bagi perusahaan Tambang Batubara Ombilin. Masyarakat menyebutnya sebagai tempat pengetikan. Periode dahun 1960 - 1970-an bekas Dapur Umum dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan formal setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ombilin.
Periode Tahun 1970  1980-an bekas Dapur Umum difungsikan  sebagai hunian para karyawan tambang Ombilin hingga tahun 1980-an. Periode tahun 1980-an sampai tahun 2004 masih sebagai hunian karyawan perusahaan, tapi sebagian bangunan juga ditempati masyarakat yang mendapat izin tinggal oleh perusahaan. Keadaan seperti ini berlangsung hinggaawal tahun 2005.
Ruang pameran utama merupakan bekas ruang masak Dapur Umum. Disini dipamerkan benda-benda koleksi peralatan masak Dapur Umum. Peralatan masak yang serba besar dapat disaksikan disini dengan sistim masak uap panas dari steam generator yang unik.
Wisatawan juga dapat menyelami Sawahlunto tempo dulu melalui GALERI FOTO yang menyajikan berbagai tema. Disini melalui foto-foto wisatawan dapat memahami perjalanan panjang Sawahlunto dari masa ke masa.
Keragaman budaya tumbuh dengan suburnya di Kota Arang Sawahlunto. Hal itu terlihat dari berbagai atraksi seni dan budaya maupun perhelatan daerah. Tidak hanya budaya dan pakaian adat Minangkabau saja yang ada di Kota Sawahlunto, kebudayaan daerah lain seperti Jawa, Batak, dan Cina pun turut mewarnai keragaman budaya di Sawahlunto
Dengan adanya keragaman budaya inilah Sawahlunto dikenal dengan kota multi-etnis. Setiap nagari di Sawahlunto dalam bingkai budaya Minangkabau memberikan corak dan warna tersendiri dengan Adat Salingka Nagari-nya. Nagari Silungkang, Talawi, Kubang, Tak Boncah, Lumindai, Kolok, Lunto, Kajai, Talago Gunuang dan Sijantang misalnya, memberikan warna yang berbeda antara satu dengan yang lain. Apalagi kehadiran etnis lainnya seperti Jawa, Batak  maupun Cina yang  turut menambah khasanah keragaman seni budaya di kota Sawahlunto.
Keragaman etnis dan budaya di Kota Sawahlunto itu diwakili dengan kehadiran Galeri Etnografi Kota Sawahlunto. Lebih dari itu galeri etnografi menghadirkan berbagai benda peralatan hidup yang pernah digunakan masyarakat Kota Tambang Sawahlunto. Semua itu dapat disaksikan dalam kawasan Museum Goedang Ransoem kota Sawahlunto







Nah, ini dia tempat kesukaan ane, GPK tempat nongkrong paling asik kalo udah kumpul ama temen2
nongkrongnya pasti disini kalo ga' LapSeg* ( fotonya belum di upload, sesok wae yo.. )
Gedung ini dibangun pada tahun 1910 dan bernama "Gluck Auf". Dahulunya digunakan sebagai gedung pertemuan dan jamuan atau pesta para pejabat kolonial belanda. Bangunan ini juga pernah menjadi Rumah Bola yang dipergunakan sebagai tempaat bermain bola bowling, gedung societies tempat para pejabat kolinial mengadakan pertemuan, tempat berpesta para pejabat tambang dan none-none Belanda setelah bekerja. Sore hingga malam hari mereka menghibur diri, dengan menghabiskan waktu dan uang, minum-minum, berdansa-dansi di Rumah Bola. Hiburan, penunda hari-hari rindu ke sanak saudara di negeri Kincir Angin.
Setelah kemerdekaan gedung ini dijadikan sebagai Gedung Pertemuan Masyarakat (GPM), kemudian menjadi kantor Bank Dagang Negaara (BDN) dan juga pernah ditempati oleh Bank Mandiri hingga tahun 2005. Setelah dilakukan revitalisasi, pada tanggal 1 Desember 2006, gedung ini kembali difungsikan sebagai Gedung Pusat Kebudayaan Kota Sawahlunto.
Untuk lokasi dari Gedung Pusat Kebudayaan ini terletak di pusat Kota Sawahlunto di Kelurahan Pasar




























Dibangun pada tahun 1916 dengan nama "Ombilin Meinen" yang berfungsi sebagai kantor pertambangan. Dan hingga sekaraang, masih digunakan sebagai kantor pertambangan PT BA UPO.










Dibangun pada tahun 1916 dengan nama "Ombilin Meinen" yang berfungsi sebagai kantor pertambangan. Dan hingga sekaraang, digunakan sebagai kantor pertambangan PT BA UPO.

terletak d kawasan LapSeg


Pada tahun 1894 dibangun pusat enegi listrik PLTU (power plan) di Kubang Sirakuak untuk menggerrakan berbagai mesin mempercepat proses penambangan dan pengangkutan batubara. Setelah dibangun penggantinya tahun 1924 di Salak, sejak itu bekas PLTU di Kubang Sirakuak mengalami berbagai peralihan fungsi. Tempat ini pernah menjadi gudang dan perakitan senjata dimasa revolusi dimana terdapat bungker yang dipergunakan oleh para pejuang kemerdekaan sebagai tempat penyimpanan senjata seperti granat senjata api lainnya. Dan tahun 1952 pada bekas bangunan PLTU yang megah itu, dibangun tempat peribadatan muslim, (sekarang Mesjid Raya Kota Sawahlunto). Sedangkan bekas menara cerobong asap PLTU yang berketinggian lebih dari 75 meter dijadikan menara mesjid.



Sebenernya masih banyak lagi gan, jika ada yang kurang mohon ditambahkan
hehehe


Selengkapnya Disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar